Minggu, 29 April 2012

KOMPETENSI DALAM BERETORIKA: PERSIAPAN DALAM BERBICARA

Bagaimana menjadi seorang pembicara yang handal: efektif, argumentatif, persuasif, dan simpatik? BAB I PENDAHULUAN
Setiap orang dapat mengembangkan bakat sendiri, asalkan orang tersebut Mempunyai kemauan untuk belajar, dan melakukannya sendiri, karena berbicara di depan umum hakekatnya sebagai “seni bicara” (Dr. Dale Carnigie)
Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax menulis makalah bejudul Techne Lagon (Seni kata-kata)nyang dinamakan Teori Techno Logon (Seni Kata-Kata). Praktisnya begini; seandainya ada seorang tokoh agama yang dituduh melakukan pencabulan, misalnya, untuk membela diri akan dikatakan, “Saya ini orang yang paham agama, saya tahu halal dan haram, saya tahu berzina itu haram, manalah mungkin saya melakukan tindakan keji yang telah diharamkan oleh agama. Lagipula saya sudah berumah tangga dan istri saya lebih cantik daripada perempuan yang menuduh saya menzinahinya.”. Retorika (rhetoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara. Kini lebih dikenal dengan nama Public Speaking. Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words games”), juga bermakna propaganda (mempengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain). Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan buruk, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik), dan Eufemism (penghalusan kata untuk menghindari kesan buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya). Ada pandangan dalam masyarakat bahwa kemampuan seseorang berbicara di depan umum adalah bakat bawaan dari lahir dan hanya dimiliki oleh orang - orang tertentu saja. Berbicara di depan umum/ public speaking, baik itu dalam acara pernikahan, ulang tahun, peresmian kantor, acara penghargaan, pidato sambutan, kesaksian produk/ kesuksesan dan lainnya menjadi momok yang begitu menakutkan bagi sebagian besar orang, bukan hanya di Indonesia bahkan di dunia. Beberapa manajer / eksekutif / owner perusahaan, leader Network marketing, pimpinan organisasi yang sempat saya temui, mengatakan mereka tidak berbakat / tidak bisa berbicara di depan umum dan cenderung kalau bisa menghindari berbicara di depan umum. Yang lebih parah lagi adalah para pelajar / mahasiswa yang merupakan generasi penerus bangsa ini, hampir sebagian besar yang saya jumpai tidak tertarik dengan yang namanya Seminar / Pelatihan. Alasan mereka sederhana saja, karena dalam bayangan mereka acara seperti itu membosankan. Benarkah keahlian berbicara di depan umum/public speaking adalah bakat ? Ada ungkapan bijak mengatakan bahwa Bakat itu 1 %, 99 % lainnya adalah Ketekunan dan Cara / metode. BAB II. PEMBAHASAN
“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka.” (HR. Muslim) “Belajarlah Seni Bicara, Maka anda akan menguasai Keadaan” (Hyerogrlih batu piramide Mesir Kuno) “Suatu Percakapan Yang anda lakukan dengan siapapun haruslah anda pandang sebagai bagian dari berbagai peristiwa yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan kita” (DR. J. F. Shipley)
Sebagian besar orang yang kesulitan berbicara di depan umum ( Public Speaking ) berasal dari cara berpikir yang kurang benar. Cara berpikir yang cepat sekali menvonis, menilai segala sesuatu itu benar atau salah, 0 atau 100. Cara berpikir konservatif seperti itu seharusnya ditinggalkan Peningkatan kecerdasan manusia yang terus menerus terjadi menyadarkan kita bahwa segala sesuatu itu relatif adanya. Di pandang dari sudut manusia, tidak ada nilai mutlak, tidak ada benar semua atau salah semua. Segala sesuatu yang akan anda lakukan bermula dari apa yang anda pikirkan. Demikian pula dalam hal Public Speaking. Ketakutan untuk Public Speaking bisa melanda siapa saja;muda tua dan apapun profesinya;pelajar, mahasiswa, sekretaris, guru, dosen, networker, agen asuransi, manager, direktur, pemilik usaha dan lainnya. Tuhan sungguh telah menyempurnakan kebahagiaan hidup kita dengan kemampuan berbicara. Sayangnya, tidak setiap kita mampu berbicara dengan baik, apalagi handal. Sebagian besar kita jutstru hanya bisa berbicara dalam logika yang lemah, bahasa yang kacau, tanpa makna, omong kosong, dan sia-sia belaka. Sebagian orang mempersepsikan bahwa orang yang handal berbicara adalah orang yang sukses berbicara ketika berada di depan publik, seperti berceramah, berpidato, presentasi, dan seterusnya. Pembicara yang hebat dan sukses adalah pembicara yang mampu berbicara memikat di depan publik, yang mencerminkan kehebatan logika, kekuatan bahasa, gaya bahasa, dan bahasa tubuh. Persepsi tersebut memang tidak salah, sekalipun juga harus diketahui bahwa pembicara yang handal juga harus mampu berbicara dengan baik, memikat, dan bisa mempengaruhi lawan bicaranya dalam hal-hal yang bersifat privat (pribadi), seperti berbicara dengan istri/suami, anak, sahabat, orang tua, dan seterusnya untuk tujuan profesional (bisnis, relasi, akademik, dll) ataupun privat (keluarga, persahabatan, dan cinta) dengan berbasiskan pada etika, moral, agama, dan psikologi lawan bicara. Sehingga mampu menguasai prinsip-prinsip berbicara, prinsip-prinsip pendengar, dan menjadikan prinsip kebenaran dan keadilan sebagai fondasi utama dalam berbicara. Hal ini sangat penting agar terhindar dari kekacauan-kekacauan beretika dan berbahasa dalam menyampaikan makna berbicara dan terhindar dari pembicaraan yang merendahkan, menjatuhkan, dan apalagi tanpa makna. Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang ingin disampaikan secara efektif dan efisien akan lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu komunikasi akan tetap bertitik tolak dari beberapa macam prinsip. Prinsip-prinsip dasar itu adalah sebagai berikut : • Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosakata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif semakin besar kemampuan memilih kata-kata yang tepat dan sesuai untuk menyampaikan pikiran • Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan pembicara menggunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda. • Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih menarik perhtian pendengar dan lebih memudahkan penyampaian pikiran pembicara. • Memiliki kemampuan penalaran yang baik sehingga pikiran pembicara dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis. Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu mendramatisir terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk menjadi pembicara yang baik. Ada 6 hal yang perlu dipersiapkan dalam berbicara efektif, yaitu: mengapa, siapa, di mana, kapan, apa dan bagaimana. Mengapa: Menetapkan Sasaran, Penetapan sasaran sangat membantu dalam menentukan arah pembicaraan dan juga bermanfaat dalam memilih bahan yang sesuai dengan sasaran. Pada umumnya sasaran pembicaraan dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan, misalnya presentasi tugas, memimpin rapat, mengisi kajian, dan sebagainya. Siapa: Pendengar, Meneliti apa dan siapa pendengar dapat membantu dalam menetapkan bahan yang akan disampaikan dan meyakinkan diri Anda bahwa Anda menyampaikan bahan pembicaraan kepada pendengar yang tepat. Hal yang perlu diketahui dari sidang pendengar antara lain: Berapa banyak orang yang hadir? Mengapa mereka hadir di ruang tersebut? Bagaimana tingkat pengetahuan yang mereka miliki atas topik pembicaraan? Apa harapan mereka atas topik pembicaraan? Bagaimana usia, pendidikan, dan jenis kelamin mereka? Di Mana: Tempat dan Sarana, Penting untuk mengetahui dan memperhatikan tempat pembicaraan akan dilaksanakan. Berikut ini beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi pembicara : Melakukan praktek, Apabila pembicaraan dilaksanakan pada ruang yang besar dan luas, maka akan lebih baik untuk mencoba suara terlebih dahulu, sebelum betul-betul berbicara di depan sidang pendengar. Mempelajari sarana yang tersedia. Meneliti gangguan yang mungkin timbul, Anda perlu mewaspadai gangguan yang mungkin timbul, misalnya pembicaraan dilakukan dekat jalan raya sehingga suaramu harus dapat mengalahkan suara kendaraan yang lewat. dan Tata letak tempat duduk, perlu diperhatikan, diatur, dipersiapkan, dan dikaitkan dengan sasaran pembicaraan. Kapan: Waktu, Berapa lama waktu yang diperlukan dalam pembicaraan? perlu memperhatikan manajemen waktu misalnya waktu untuk pembahasan, waktu istirahat, atau waktu tanya jawab. Agar punya manajemen waktu yang baik, maka perlu latihan terlebih dulu. Masalah konsentrasi, Sangat sulit bagi pendengar untuk berkonsentrasi penuh selama lebih dari 2 jam. Apalagi bila mereka merasa bahwa pembicaraan Anda tidak menarik, tidak bermanfaat, dan tidak berminat. Umumnya seseorang dapat berkonsentrasi penuh pada 20 menit di awal pembicaraan, setelah itu konsentrasi akan menurun sedikit demi sedikit. Apa: Bahan yang Akan Digunakan, Agar sasaran pembicaraan dapat dicapai, maka persiapan bahan perlu dilakukan. Berikut ini beberapa saran dalam pemilihan bahan: Susunlah pokok-pokok pembicaraan. Sebaiknya pada 45 menit pertama jangan terlalu banyak pokok-pokok yang akan disampaikan. Dalam pemilihan bahan perlu diperhatikan: sasaran pembicaraan, waktu yang tersedia, pendengar, mana bahan yang harus diberikan dan bahan yang tidak perlu diberikan; Gunakan contoh, Sederhanakan informasi yang sulit dan kompleks. Gunakan juga contoh-contoh yang benar-benar terjadi dan kaitkan dengan pokok-pokok yang ingin disampaikan; Membuka dan menutup pembicaraan, agar dapat menimbulkan minat pendengar, dapat menimbulkan rasa butuh dari pendengar, dapat menjelaskan garis besar dan sasaran pembicaraan. Dalam menutup pembicaraan, Anda harus dapat menyimpulkan hal-hal yang telah dibicarakan. Membuat catatan-catatan apa yang ingin dibicarakan. Bagaimana: Teknik Penyampaian, Penggunaan kata merupakan basis komunikasi, tetapi dalam kenyataannya keberhasilan dalam pembicaraan tidak hanya ditentukan dari penggunaan kata saja, tetapi justru penggunaan nonkata. Bicara di depan umum yang berhasil seharusnya memenuhi persentase kontribusi sebagai berikut : 7%: penggunaan kata, 38%: penggunaan nada dan suara, 55%: penggunaan ekspresi muka, bahasa tubuh, dan gerakan tubuh. Pemilihan kata, Kata-kata yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan taraf pendengar, begitu juga penggunaan istilah. Sadari bahwa penggunaan kata-kata yang tidak tepat akan menimbulkan masalah. Teknik penyampaian berita, Tidak banyak orang yang mampu menyampaikan berita dengan efektif. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan berita, antara lain: Gunakan ekspresi dan intonasi yang tepat. Diam sejenak untuk membantu peserta agar dapat mencerna materi yang sudah diterima. Bicara dengan jelas dan teratur. Bicara dengan volume memadai; Bahasa tubuh, Di samping penyampaian dengan menggunakan kata, maka kesuksesan dalam pembicaraan justru bergantung pada hal yang non kata, seperti: gerakan tubuh, tangan, kontak mata, cara berdiri, dan ekspresi muka. Jangan terpaku di satu tempat seperti patung atau sibuk membaca catatan. Aristoteles mengungkapkan gagasannya yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric), antara lain: 1. Inventio (penemuan), dimana pembicara mengidentifikasi khalayak guna mengatahui metode persuasi apa yang paling tepat. Ada tiga cara untuk mempersuasi manusia, yaitu: ethos (memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, status terhormat), pathos (mampu menyentuh hati khalayak dengan perasaan, emosi, harapan, kebencian, dan kasih sayang), logos ( mengajukan bukti atau argumen yang kelihatan sebagai bukti) 2. Dispositio (penyusunan), pembicara mengorganisir pesan dalam menyusun pidato dengan melakukan taxis (pembagian) sehingga menjadi laur yang logis seperti: pengantar, pernyataaan, argumen dan epilog. 3. Elucotio (memori), pembicara harus mengingat-ingat apa yang disampaikannya dan mengatur bahan pembicaraannya, dikenal juga dengan metode “jembatan keledai” untuk memudahkan ingatan. 4. Pronuntiatio (penyampaian), pembicara menyampaikan pesannya secara lisan, dengan melakukan peran melalui intonasi suara dan gerakan badan. BAB III PENUTUP Bagaimana agar dapat berbicara simpatik, argumentative dan meyakinkan? yang paling utama adalah percaya akan kemampuan diri, disamping harus memperhatikan unsur unsur sebagai berikut: Vokal (Volume Tinggi rendahnya suara, tentukan batas paling keras, paling lemah dengan patokan: besar gedung, jumlah public; Artikulasi Pengucapan masing masing huruf dan suku kata harus jelas, suku kata tidak boleh tertelan, hindarkan bunyi sengau; Infleksion Lagu / lentur pengucapan kalimat: tekanan nada, dinamik dan tempo; Pause Istirahat secara sadar. Gunanya untuk penekanan kata, mempersiapkan kata berikutnya mengatur nafas, menarik nafas dan tehnik penjiwaan) dan Fisik (Pose Sikap badan keseluruhan; Mimik Perubahan raut wajah, misalnya senyum yang wajar, mengerutkan kening sewaktu serius; Gesture gerak anggota badan hindari yang berlebihan; Movement dari duduk ke berdiri, berdiri dari kiri ke kanan, kesamping dan sebagainya) Proses To start of fire (membangun pendengar agar tertarik perhatiannya); To build a bridge (membangun jalan pikiran dengan pendengarnya); For instance (Confiratio (Positif), Refutation (negatif); dan So what, Membuat kesimpulan dapat menjadi panduan bagaimana menjadi pembicara yang handal. Namun, Kunci suksesnya terpantul kembali pada pribadi pembicara. Apabila pembicara adalah orang yang telah Mempunyai reputasi baik, pandangannya, loyalitas, integritas dan semangatnya serta sifat sifat lain yang terpercaya maka jaminan kesuksesan pembicara untuk mempengaruhi orang lain atau mereka yang diajak berbicara. Sukses dalam mempengaruhi dengan jalan pendekatan persuasi agar yang diajak bicara, tertarik, faham kemudian tergerak pada tindakan yang dikehendaki.
“Seorang ahli pidato yang ulungpun memulai riwayatnya dengan mengadakan suatu perjuangan didalam melawan demam pentas, perasaan malu, perasaan cemas dihadapan para pendengarnya”(Dr. Dale Carnigie)
DAFTAR BACAAN: Anjali, Aba. Panduan Lengkap Menjadi Pembicara Handal. Juni 2008 : Diva Press Carnigie, Dale. Bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi orang lain.Terj. 1995. Jakarta: Binarupa Aksara Rakhmat, Jalaluddin. Retorika Modern. 1999. Bandung: Rosdakarya. http://wirawax.wordpress.com/2006/11/28/bicara-efektif-di-muka-umum/ http://nesaci.com/pengertian-dan-prinsip-dasar-retorika/ http://qousa.wordpress.com/2012/03/25/dakwah-vs-retorika-kosong/ http://bhasafm.com/2011/04/tehnik-dan-seni-berbicara-didepan-umum/ http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2224443-retorika/#ixzz1cbJ48dM3

KARANGAN DENGAN TEKNIK PERBANDINGAN DAN TEKNIK ANALOGI (TEMA: PERGURUAN TINGGI)

Jenis Karangan : Eksposisi Teknik Penulisan: Teknik perbandingan langsung Tema : Perguruan Tinggi Judul :Usaha Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Kualitas Lulusannya
Usaha Perguruan Tinggi dalam Meningkatkan Kualitas Lulusannya Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang dapat disamakan dengan pabrik kendaraan bermotor. seperti halnya perguruan tinggi yang menjamur dengan berbagai nama, pabrik kendaraan motor pun mulai mewarnai pasar dengan berbagai merek. Jika perguruan tinggi mengeluarkan lulusan-lulusannya untuk mengabdi kepada masyarakat, maka pabrik kendaraan bermotor Honda mengeluarkan berbagai produknya yang bertujuan untuk memberikan apa yang diinginkan masyarakat. Misalnya, suatu perguruan tinggi seperti UIN Sunan Gunung Djati Bandung diibaratkan seperti pabrik kendaraan bermotor Honda. Pabrik tersebut menghasilkan berbagai macam produk, seperti: Honda jazz, Vario, Honda beat, Honda Kharisma, Mega pro, CRV, Freed, Rrevo, Supra fit, Scoopy, dll. seperti halnya suatu perguruan tinggi yang menghasilkan lulusan-lulusan dari berbagai jurusan yang dimilikinya misalnya, Sarjana Komunikasi Islam, Sarjana Ekonomi, Sarjana Pendidikan, Sarjana Agama, Sarjana Kedokteran, Sarjana Hukum, dll. Masyarakat sebagai sekelompok masyarakat yang menggunakan jasa para sarjana diibaratkan sebagai pengguna kendaraan. Mereka menyeleksi, memilah dan memilih jasa para sarjana sesuai dengan kebutuhannya. Dalam memilih kendaraan yang akan dibeli dan atau pun dipergunakan, masyarakat tentu mempertimbangkan selera, budget, model dan desain mobil, kondisi mesin, kecepatan, penggunaan BBM, dll. Sama halnya dengan memilih para sarjana yang merupakan lulusan dari perguruan tinggi. tentu masyarakat akan mempertimbangkan disiplin ilmu yang sesuai dengan pekerjaaannya, minat, kemampuan intelektual, loyalitas, etos kerja, kreativitas, penampilan, dan budi pekertinya. Oleh karena itu, dalam proses pembuatannya setiap produk kendaraan bermotor mempertimbangkan keadaan pasar. Apa yang diinginkan konsumen berusaha diwujudkan melalui berbagai riset untuk meningkatkan kualitas produk. Begitupun perguruan tinggi, mencoba metode-metode pembelajaran untuk meningkatkan kualitas lulusan-lulusanya. Perakitan mobil yang dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional yang diibaratkan sebagai proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa dengan bantuan para dosen yang terdidik dan terlatih. Di dalam proses belajar tersebut, para mahasiswa mengalami rintangan seperti kesulitan ekonomi, kesulitan memahami pelajaran, dan sebagainya. Demikian halnya dalam perakitan mobil, mesin-mesin yang kurang berfungsi dengan baik, tersendatnya modal, serta kesulitan bahan baku menjadi rintangan tersendiri di dalam peluncuran produk baru. Pada bagian akhir, uji emisi dan kelayakan kendaraan seperti ujian komprehensif bagi mahasiswa merupakan suatu tingkatan akhir untuk menentukan kualitas. proses tersebut merupakan suatu usaha untuk memberikan kepada masyarakat produk-produk unggulan yang memang sesuai dengan kebutuhan. Suatu perguruan tinggi yang berhasil mencetak lulusan yang berkualitas tentu akan mendapat penilaian yang tinggi dari masyarakat, sebagaimana masyarakat juga menilai tinggi terhadap pabrik kendaraan bermotor Honda yang menghasilkan produksi dengan mutu yang baik. pabrik penghasil produksi yang bermutu itu akan dikenal masyarakat dan apabila tetap dapat mempertahankan bahkan meningkatkan mutunya, ia akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Begitu pula halnya dengan perguruan tinggi. bila lulusannya bermutu maka mudah mencari pekerjaan karena lulusannya memang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian, perguruan tinggi tersebut akan mendapat penghargaan yang tinggi dari masyarakat. bila perguruan tinggi itu dapat mempertahankan mutu lulusan-lulusannya, tentu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat.
Jenis Karangan :Eksposisi Teknik Penulisan:Teknik perbandingan langsung Tema :Perguruan Tinggi Judul :Kualifikasi Perguruan Tinggi Umum dan Perguruan Tinggi Kedinasan Sebagai Bahan Pertimbangan Calon Mahasiswa
Kualifikasi Perguruan Tinggi Umum dan Perguruan Tinggi Kedinasan Sebagai Bahan Pertimbangan Calon Mahasiswa Musim penerimaan mahasiswa baru angkatan 2012 yang dilakukan oleh semua bentuk Perguruan Tinggi sudah mulai dibuka, para siswa di setiap SMA/SMK merasakan euforia dan ikut andil didalamnya. Para calon mahasiswa ini memilih perguruan tinggi sesuai dengan minat dan bakatnya. Namun, dalam proses pemilihannya para mahasiswa mengalami kebingungan tersendiri. Mengapa? karena banyaknya bentuk perguruan tinggi. Secara umum, menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 dalam Pasal 6 butir (1) bahwa Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas. Berdasarkan definisinya, Perguruan Tinggi diartikan sebagai lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas sekolah tingkat menengah/lanjutan atas dan yang memberikan pendidikan berdasarkan kebangsaan dengan cara ilmiah. Menurut jenisnya, Perguruan Tinggi Umum terbagi menjadi dua yaitu Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta .Perguruan Tinggi Negeri adalah Perguruan Tinggi yang dimiliki dan dikelola oleh Negara dan Pendiriannya dilakukan oleh Presiden RI. Sedangkan, Perguruan Tinggi Swasta adalah Perguruan Tinggi yang dikelola oleh Badan Hukum Swasta & di bawah koordinasi Kopertis masing-masing wilayah. Sedangkan Perguruan Tinggi Kedinasan merupakan perguruan Tinggi khusus yang didirikan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan pegawai di Instansi pemerintah. Ada beberapa perbandingan signifikan di dalam Perguruan Tinggi Umum (PTU) dan Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK). Hal ini dapat ditinjau berdasarkan jalur penerimaan, biaya perkuliahan, sistem pendidikan, dan lulusan-lulusannya. Pada umumnya jalur penerimaan mahasiswa baru bagi universitas umum adalah melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) yang diadakan secara serentak secara nasional. namun sebagian kampus juga menggunakan jalur penerimaan dengan sistem ujian mandiri atau UM. Bahkan sebagian kampus lebih memprioritaskan penerimaan mahasiswa baru melalui sistem UM. Sementara itu, Sistem penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Kedinasan biasanya dilakukan secara sendiri-sendiri atau Ujian Saringan Masuk (USM) berdasarkan kalender akademik kampus masing masing. Kadang ada yang masa penerimaan mahasiswa baru lebih cepat dari Perguruan Tinggi Umum tetapi ada juga yang lebih lambat. Bahkan tes penerimaan diadakan setelah kampus lain sudah memasuki masa perkuliahan. Tingkat kelulusan di Perguruan Tinggi Kedinasan relatif kecil dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Umum karena jumlah pendaftar tergolong cukup banyak. bahkan salah satu Perguruan Tinggi Kedinasan seperti STAN hanya menerima sekitar dua hingga tiga persen dari jumlah pendaftar. Biaya masuk kuliah di Perguruan Tinggi Umum, biayanya relatif, tergantung masing-masing kampus. terkadang ada yang murah tetapi ada juga yang biayanya sangat mahal. Bahkan tidak terjangkau bagi sebagian calon mahasiswa. Tentunya biaya yang paling mendasar adalah biaya uang masuk, SPP yang dibayar setiap semester, dan biaya lain lain berupa uang pembangunan dan biaya ekstra lainnya selama masa perkuliahan. Sedangkan di Perguruan Tinggi Kedinasan, hampir semua Perguruan Tinggi Kedinasan tidak membebankan biaya kepada mahasiswa. Mahasiswa mendapatkan uang saku selama pendidikan. Namun biaya lain masih menjadi tanggungan mahasiswa, terutama biaya hidup seperti makan, biaya kos/kontrakan dll. Namun sebagian besar Perguruan Tinggi Kedinasan sudah menyediakan asrama bagi mahasiswanya. Sistem pendidikan yang digunakan dalam Perguruan Tinggi Umum berorietasi pada pengembangan bidang ilmu tertentu. Artinya murni pada pengembangan mata kuliah yang dipilih sehingga pendidikan bersifat teoritis. Sedangkan dalam Perguruan Tinggi Kedinasan lebih mengutamakan Sistem pendidikan yang mengarah pada pembekalan kemampuan teknis, artinya mahasiswa diberikan pendidikan yang lebih fokus pada penerapan ilmu di dunia kerja (instansi pemerintahan). Dengan demikian, bagi calon mahasiswa yang ingin mengembangkan bidang ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi, mungkin akan lebih baik jika memilih universitas umum. Sebab di dalam kedinasaan ada ketentuan yang mewajibkan lulusan bekerja/mengabdi selama beberapa tahun yang disebut masa ikatan dinas jadi selama waktu tersebut alumni tersebut tidak diberi izin melanjutkan kuliah. Selain itu, untuk melanjutkan kuliah harus memperoleh izin dari atasan maupun dari tingkat departemen/kementerian yang bersangkutan. Lulusan dari Perguruan Tinggi Umum tidak ada jaminan untuk mendapatkan pekerjaan kecuali jika sebelumnya sudah ada kontrak dengan pihak lain. Namun lulusan Perguruan Tinggi Umum memiliki kesempatan yang besar untuk langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena tidak ada ketentuan yang mewajibkan bekerja terlebih dahulu. Akan tetapi, untuk lulusan Perguruan Tinggi Kedinasan sudah diberi jaminan pekerjaan yang pasti. karena memang pada dasarnya tujuan pendidikan Perguruan Tinggi Kedinasan untuk memenuhi kebutuhan pegawai pada instansi pemerintah yang bersangkutan. Seperti halnya Perguruan Tinggi Umum, Perguraun Tinggi Kedinasan memuat mata kuliah yang diwajibkan yaitu Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Keagamaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyusunan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) keduanya diberikan hak untuk mengembangkan kurikulum yang telah diberikan pemerintah. Pemaparan yang telah diuraikan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan para calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi yang sesui dengan minat dan bakatnya.